Bengkulu Utara, Narasiberita.co.id- Warga di Desa Tanjung Karet, Kecamatan Air Besi, Kabupaten Bengkulu Utara sempat menggelar demo terhadap PT Putra Maga Nanditama (PMN) hingga berakhir ricuh.
Aktivitas penambangan batubara tersebut telah memicu keresahan di kalangan bagi masyarakat.

Dikarenakan, kerusakan jalan pada rabat beton merupakan aset pemerintah desa yang bagian kegiatan operasional perusahaan tersebut.
Kerusakan ini mengakibatkan terganggunya akses menuju area perkebunan, sehingga melumpuhkan aktivitas ekonomi masyarakat setempat.
Warga Desa Tanjung Karet menggelar aksi demonstrasi di kantor desa menuntut PT Putra Maga Nanditama (PMN) menyelesaikan dampak mobil pengangkut batu bara yang membuat rusak jalan dan utamakan tenaga kerja warga setempat serta transparansi Dana CSR, Pada Kamis (19/12/2024).
Andri, koordinator aksi demo, mengungkapkan bahwa aktivitas PT PMN diduga tidak sesuai dengan Pasal 106 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur pemberian izin usaha pertambangan (IUP).
Selain itu, perubahan regulasi melalui UU Nomor 3 Tahun 2020 menetapkan bahwa kewenangan pemberian izin pertambangan beralih dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.
“Dalam pengamatan kami, aktivitas PT PMN tidak sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini perlu ditindaklanjuti oleh pihak berwenang,” ujar Andri.
Warga setempat berharap Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT PMN dikaji ulang.
Mereka menilai bahwa selama tiga tahun beroperasi, perusahaan ini belum memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat sekitar.
Permintaan ini didasarkan pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah Perizinan dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Kami memberikan waktu dua hari kepada PT PMN untuk menunjukkan itikad baik dengan memenuhi tuntutan warga. Jika tidak, kami akan mengambil langkah lebih lanjut,” tegas Andri.
Priska, salah satu warga yang turut dalam aksi, menyoroti kewajiban PT PMN untuk menyusun Rancangan Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (RIPPM) sebagaimana diatur dalam Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018.
“RIPPM harus disusun bersama masyarakat dan perangkat desa agar sesuai dengan kebutuhan lokal,” jelas Priska.
Warga menilai perusahaan belum optimal dalam melaksanakan program CSR dan mempertanyakan transparansi pembayaran ganti rugi atas kerusakan jalan desa yang merupakan aset negara.
“Kerusakan infrastruktur desa tidak dapat dibiarkan begitu saja. PT PMN harus bertanggung jawab,” ujar salah satu warga.
Warga mendesak pemerintah daerah dan instansi terkait untuk segera turun tangan memastikan PT PMN memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungannya.
Penegakan hukum dan evaluasi terhadap IUP PT PMN dianggap penting untuk menyelesaikan masalah ini dan mencegah dampak negatif yang lebih luas di masa depan.
Kasus PT PMN di Desa Tanjung Karet menjadi gambaran penting dalam penerapan aturan secara konsisten dalam sektor pertambangan.
Masyarakat berharap agar Sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat diperlukan agar kegiatan tambang tidak merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar.
Komitmen terhadap tanggung jawab sosial dan pelestarian lingkungan harus menjadi prioritas dalam setiap aktivitas industri tambang. (Afs)