PT Agromuko Diduga Garap Kawasan Hutan di Luar HGU, Aktivis Desak Pemerintah Bertindak Tegas
Mukomuko, Narasiberita.co.id.- Dugaan penggarapan kawasan hutan di luar izin Hak Guna Usaha (HGU) kembali menyeret nama perusahaan perkebunan PT Agromuko.
Perusahaan tersebut disebut-sebut melakukan aktivitas perkebunan di wilayah Sei Betung, Sei Jerinjing, hingga Sei Kiyang, yang diyakini berada di luar batas HGU dan masuk ke kawasan hutan.
Berdasarkan peta wilayah perkebunan PT Agromuko, terdapat sekitar 1.614 hektare area perkebunan yang diduga berada dalam kawasan hutan. Temuan ini memicu sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk aktivis organisasi kepemudaan dan kelompok pemerhati lingkungan.
Saprin, perwakilan Pemuda Muhammadiyah, angkat bicara mengenai dugaan pelanggaran tersebut.

Ia menilai tindakan PT Agromuko telah melampaui ketentuan perizinan dan merusak kawasan hutan yang semestinya dilindungi.
“Kami meminta Satgas Merah Putih bertindak tegas atas dugaan yang dilakukan perusahaan PMA ini. Jika terbukti, cabut izin, berikan sanksi pidana, dan wajibkan perusahaan memulihkan hutan seperti semula,” tegas Saprin.
Ia juga mengingatkan bahwa jika sanksi tidak ditegakkan secara adil, maka muncul kesan pilih kasih dan meruntuhkan kepercayaan publik, terutama masyarakat kecil yang selama ini kerap menjadi pihak paling terdampak.
Di sisi lain, Agus Aswandi, Sekjen Rumah Proletar, menambahkan bahwa dugaan pelanggaran tidak hanya terjadi di Sei Betung dan Sei Jerinjing.

Menurutnya, wilayah Sei Kiyang juga mengalami hal serupa, yaitu adanya aktivitas yang diduga melampaui batas HGU perusahaan.
Agus mendesak Pemerintah Provinsi Bengkulu dan Pemerintah Kabupaten Mukomuko untuk mengambil langkah tegas.
“Pemerintah harus melakukan tindakan hukum atas dugaan pelanggaran ini. Hutan yang jelas-jelas disulap menjadi perkebunan sawit tidak bisa dibiarkan begitu saja,” ungkapnya.
Selain itu, Agus juga menyoroti kerusakan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ikut digarap sehingga kehilangan tutupan vegetasi. Ia menyebut kondisi di lapangan menunjukkan sekitar 75 persen kawasan DAS telah gundul, berubah menjadi semak belukar.
“Tanpa hutan murni, bagaimana mungkin kawasan itu mampu menahan longsor atau menyerap air saat banjir?” ujarnya.
Para aktivis menekankan bahwa hukum harus ditegakkan secara adil, tanpa pandang bulu. Mereka menegaskan bahwa praktik pelanggaran lingkungan oleh korporasi harus mendapat perhatian serius, sama seperti tindakan-tindakan kecil yang biasanya cepat ditindak ketika dilakukan masyarakat biasa.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Agromuko maupun instansi terkait belum memberikan keterangan resmi terkait tuduhan tersebut. Masyarakat menunggu respons dan langkah nyata pemerintah untuk memastikan keberlanjutan lingkungan serta keadilan bagi seluruh warga. (NB) Heri
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.

















