Lemahnya Pengawasan Kawasan Hutan Mukomuko Ancam Habita Satwa Dilindungi

Mukomuko, Narasiberita.co.id.-  Perambahan hutan produksi secara ilegal di Kabupaten Mukomuko masih menjadi persoalan besar yang belum kunjung teratasi. Minimnya pengawasan dari pemangku kawasan, lemahnya penegakan hukum, serta rendahnya kesadaran akan dampak yang ditimbulkan membuat praktik ilegal ini kian marak.

Akibatnya, kawasan hutan produksi yang semestinya menjadi benteng ekologi berubah wajah menjadi hamparan perkebunan kelapa sawit.

Koordinator Lapangan Jejak Hijau Indonesia (JHI), Jamaludin memaparkan hasil ground check yang dilakukan pihaknya di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh I pada (25/8/2025).

Menurutnya, hampir tidak ada lagi tegakan hutan primer yang menjadi penanda kawasan hutan negara. Yang terlihat hanyalah semak belukar dan hampara kebun sawit yang sangat luas, baik milik masyarakat maupun milik pengusaha lokal.

“Kalau tegakan primer tidak ada lagi di titik pemantauan kami. Yang ada hanya semak dan perkebunan sawit yang aktif serta terawat. Bahkan, akses jalan untuk angkut buah sawit sudah terbuka lebar di dalam kawasan yang semestinya dilindungi,” kata Jamal.

Jamal menambahkan, pengecekan dilakukan pada 20 titik koordinat mulai dari Kecamatan Malin Deman menuju kawasan HPT Air Ipuh I. Hasilnya sama, seluruh titik telah digarap dan dimanfaatkan untuk sawit. Jamal menyoroti lemahnya peran perusahaan yang memiliki lahan konsesi perkebunan di sekitar kawasan hutan tersebut. Yang seharusnya mereka turut menjaga kawasan yang berbatasan langsung dengan lahan konsesi mereka, agar tetap lestari. Sehingga hadirnya lahan konsesi perkebunan tidak berdampak negatif pada lingkungan dan ekosistem.

“Ini ada PT Alno Agro Utama Air Ikan, ada juga PT Daria Dharma Pratama (DDP). Dua perusahaan ini jelas-jelas bersebelahan dengan kawasan HPT. Tapi kita melihat tidak ada upaya nyata untuk menjaga konservasi di sekitarnya. Justru terlihat kawasan hutan habis digarap, oleh oknum nakal,” tegasnya.

Selain itu Jamal menilai lemahnya pengawasan pemerintah juga memperparah kondisi. Ia menyebut hampir tidak ada patroli polisi kehutanan yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu. Keterangan ini bahkan diperoleh langsung dari para penggarap di lapangan.

“Hampir 2 tahun terakhir tidak pernah ada patroli Polhut. Pengawasan yang lemah inilah yang memperlancar hilangnya kawasan hutan di Mukomuko,” ucap Jamal.

Kondisi tersebut tidak hanya berdampak pada hilangnya kawasan hutan, tetapi juga memicu konflik antara manusia dan satwa liar.

Disampaikan Aidil, tidak jarang penggarap di HPT Air Ipuh I berhadapan langsung dengan satwa, yang habitatnya terusik akibat deforestasi.

“Tentu kawasan hutan bukan tempat bermukin jadi wajar jika terjadi konflik, baik antara beruang dan manusia, begitu juga Harimau dan manusia,” akhinya. (NB)