Bengkulu, Narasibeita.co.id.- Aroma korupsi dari kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bengkulu semakin menyengat. Satu per satu nama besar dipanggil untuk dimintai keterangan. Kali ini, giliran Sumardi Ketua DPRD Provinsi Bengkulu yang harus di periksa jaksa dan duduk di kursi penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, Selasa (10/6/2025).
Namun, Sumardi tidak diperiksa dalam kapasitasnya sebagai pimpinan legislatif. Ia diperiksa sebagai mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Bengkulu periode 2012–2013.
Pemeriksaan ini menjadi tindaklanjut dalam pengusutan kasus dugaan korupsi yang menyelimuti pengelolaan aset Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM).
“Semua kepala daerah yang pernah menjabat pada periode saat kebocoran PAD terjadi akan kami periksa,” tegas Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo, SH, MH.
Menurut Danang, pada hari yang sama penyidik memeriksa total empat orang, termasuk pihak dari perbankan yang diduga memiliki keterkaitan dalam aliran dana PAD.
Pemeriksaan dimulai sejak pukul 09.30 WIB dan berlangsung tertutup. Hingga sore hari, Sumardi masih berada di dalam ruang pemeriksaan Gedung Pidsus.
Sebagai mana diketahui, Sumardi diperiksa mulai dari pukul 9.30 Wib dan hingga saat berita ini diturunkan Sumardi belum juga keluar dari ruang Pidsus Kejati Bengkulu.
Dalam kasus ini, Kejati Bengkulu telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni mantan Wali Kota Bengkulu Ahmad Kanedi, Direktur Utama PT Tigadi Lestari Kurniadi Begawan, dan Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi Wahyu Laksono.
Berdasarkan informasi, kasus ini bermula pada tahun 2004 ketika lahan tempat berdirinya Mega Mall dan PTM yang awalnya berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Pemerintah Kota Bengkulu, dialihkan menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). SHGB tersebut kemudian dipecah menjadi dua bagian: satu untuk Mega Mall dan satu untuk PTM.
Selanjutnya, SHGB tersebut diagunkan oleh pihak pengelola ke perbankan. Namun, ketika kredit mengalami tunggakan, sertifikat itu kembali diagunkan ke bank lain, hingga akhirnya berutang kepada pihak ketiga.
Akibat utang tersebut, aset lahan yang merupakan milik Pemerintah Kota Bengkulu terancam diambil alih pihak ketiga apabila utang tidak dilunasi oleh manajemen Mega Mall.
Selain itu, sejak beroperasi, pihak pengelola tidak pernah menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas daerah. Tindakan ini menimbulkan kerugian negara yang ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.
Tim penyidik sebelumnya telah menyita bangunan Mega Mall dan PTM sebagai barang bukti dalam kasus ini. Kejati Bengkulu terus mendalami kasus tersebut dan membuka peluang penetapan tersangka tambahan. (NB)
Sumber: Medis Radar Bengkulu