Bengkulu, Narasiberita.co.id.- Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak di Provinsi Bengkulu menunjukkan tren penurunan signifikan.
Berdasarkan data terbaru Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi Bengkulu, hingga pekan terakhir April 2025, hanya tersisa 10 kasus aktif. Ini terdiri dari delapan kasus di Kabupaten Bengkulu Selatan dan dua kasus di Kabupaten Kepahiang
Kepala Disnakeswan Provinsi Bengkulu, Syarkawi, mengatakan, penurunan ini merupakan hasil dari upaya bersama pemerintah daerah, peternak, serta dukungan vaksinasi dari pemerintah pusat.
“Kasus PMK saat ini tidak mengalami penambahan. Mudah-mudahan kondisinya tetap terkendali,” ujar Syarkawi.
Ia menjelaskan, sebelumnya PMK sempat menyebar cukup masif di berbagai kabupaten di Provinsi Bengkulu. Pada puncaknya, terdapat lebih dari 400 kasus yang melibatkan sapi dan kerbau di sejumlah daerah. Namun, berkat langkah cepat seperti vaksinasi massal, pengawasan ketat lalu lintas ternak, serta edukasi kepada peternak, jumlah kasus berhasil ditekan.
Meski tren menurun, Syarkawi mengingatkan bahwa kewaspadaan tetap menjadi kunci utama. Saat ini, Disnakeswan mencatat sedikitnya 426 ekor ternak masih berada dalam kategori berisiko terpapar PMK.
“Meski kasus aktif sudah sedikit, potensi penularan tetap ada. Terutama bila protokol kesehatan hewan tidak dipatuhi. Peternak harus tetap disiplin.”
Ia mengungkapkan, sepanjang tahun 2025, sebanyak 433 ekor hewan ternak di Bengkulu tercatat pernah terjangkit PMK. Dari jumlah itu, 12 ekor dilaporkan mati akibat infeksi. Sedangkan 13 ekor lainnya harus dimusnahkan untuk mencegah penyebaran penyakit.
“Kami terus melakukan pengawasan di lapangan. Tim Disnakeswan rutin turun untuk memeriksa kesehatan ternak, khususnya di daerah yang sebelumnya menjadi episentrum penyebaran PMK,” ujarnya.
Upaya pencegahan PMK di Bengkulu mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat. Selama tahun 2025, Provinsi Bengkulu menerima total 10.950 dosis vaksin PMK. Rinciannya, sebanyak 9.650 dosis dikirimkan pada Februari, dan 1.000 dosis telah diterima lebih awal pada Januari.
Menurut Syarkawi, distribusi vaksin difokuskan pada wilayah-wilayah dengan tingkat kasus tinggi. Seperti Kabupaten Seluma, selain juga menyasar beberapa daerah lain yang berisiko.
“Prioritas vaksinasi diberikan kepada ternak yang belum terinfeksi, termasuk di kantong-kantong peternakan rakyat yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah,” ujar dia.
Syarkawi berharap, dengan cakupan vaksinasi yang luas, Provinsi Bengkulu dapat segera mencapai status zero case PMK secara penuh.
Ia juga mengajak seluruh pihak, termasuk peternak, untuk aktif melaporkan bila menemukan gejala PMK pada ternaknya.
“Keterlibatan peternak sangat penting. Begitu ada indikasi penyakit, segera laporkan agar kami bisa cepat mengambil tindakan.”
Selain vaksinasi, Pemprov Bengkulu juga terus memperkuat kerja sama dengan berbagai instansi, seperti kepolisian, dinas perhubungan, dan pemerintah kabupaten/kota, untuk mengawasi mobilitas hewan ternak di wilayah perbatasan.
“Kami belajar dari pengalaman sebelumnya, mobilitas ternak tanpa pengawasan menjadi salah satu faktor penyebaran PMK. Sekarang pengawasan diperketat,” kata Syarkawi.
Dengan kerja sama lintas sektor dan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi, ia optimistis Bengkulu mampu mengendalikan PMK secara total.
Meski demikian, ia mengingatkan, upaya ini membutuhkan konsistensi. “Tidak boleh lengah. Pencegahan tetap harus menjadi prioritas utama.” Seiring menurunnya kasus PMK, Disnakeswan juga mulai menyiapkan program pemulihan populasi ternak di wilayah terdampak. Termasuk dukungan teknis dan pemberian bantuan bibit ternak sehat.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan dunia peternakan di Bengkulu dapat segera pulih dan berkontribusi lebih besar dalam mendukung ketahanan pangan daerah. (NB)