Hasil Pemantauan Hilal, Ibadah Puasa Serentak di Laksanakan Pada 1 Maret 2025

  • Bagikan

Bengkulu, Narasiberita.co.id.- Pemerintah menetapkan 1 ramadhan jatuh pada 1 Maret 2025. Artinya keputusan ini sama dengan Muhammadiyah yang sebelumnya sudah menetapkan jika 1 ramadhan pada 1 Maret 2025.

Dengan keputusan ini berarti umat Islam di Indonesia akan memulai ibadah puasa serentak.

Sebelumnya ada perkiraan 1 ramadhan antara pemerintah, NU dan Muhammadiyah berbeda. Perkiraan ini, karena banyak yang melaporkan belum melihat hilal di daerahnya masing-masing. Namun di Aceh hilal terlihat.

Untuk diketahui, sore ini ada 125 titik di seluruh Indonesia yang melakukan pemantauan hilal.

Setelah seluruh pihak melakukan pemantauan hilal, hasilnya dilaporkan ke Kementerian Agama, apakah melihat hilal atau tidak di daerahnya.

Setelah menerima laporan tersebut, Kementerian Agama bersama dengan beberapa pihak melakukan sidang isbat yang dipimpin Menteri Agama, Nasaruddin Umar.

“Sudah terlihat Hilal di Aceh. Ada 2 orang yang melihat dan sudah diambil sumpah,” ujar Nasarudin Umar.

Sebelumnya Muhammadiyah telah menetapkan 1 ramadhan jatuh pada Sabtu 1 Maret 2025. Karenanya mulai besok Muhammadiyah mulai menjalankan ibadah puasa Ramadhan.

Namun dengan adanya keputusan ini, berarti seluruh umat Islam di Indonesia, malam ini sudah menunaikan sholat tarawih.

Artikel Lainnya :  Rapat Persiapan Kedatangan Presiden RI, Akan Tiba di Bengkulu Pukul 14.55 Hari Ini

Seringkali jadwal dimulainya puasa ramadhan maupun Idul Fitri di Indonesia berbeda. Khususnya antara Muhammadiyah dengan Pemerintah dan NU. Untuk NU selalu bersamaan dengan keputusan pemerintah.

Lalu kenapa perbedaan ini seringkali terjadi? Kategori penampakan hilal, baik dalam hal hitungan (hisab) maupun pengamatan langsung (rukyat), menjadi kunci pembeda awal ramadhan, Idul Fitri hingga Idul Adha antar-ormas dan pemerintah.

Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaludin, dalam keterangannya di laman BRIN beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa hilal merupakan bulan sabit pertama yang teramati sesudah maghrib. Kemunculannya jadi penanda awal bulan hijriah.

Thomas menjelaskan bahwa hilal adalah bulan sabit pertama yang terlihat setelah matahari terbenam. Kemunculannya menandai awal bulan hijriah.

Kalender Hijriah yang digunakan dalam penanggalan Islam, didasarkan pada pergerakan Bulan.

Siklusnya dimulai dari bulan mati, muncul sebagai sabit tipis, tumbuh menjadi purnama, kemudian kembali menjadi sabit, dan akhirnya menghilang dari langit.

Hilal menjadi bukti kuat telah bergantinya fase Bulan. Dalam konteks awal bulan puasa, bulan sabit tipis ini menunjukkan pergantian dari bulan Syakban ke Ramadhan.

Artikel Lainnya :  Pemprov Bengkulu Terus Mengkaji untuk Menyikapi Pemerintah Terkait Guru Honorer

Menurut Thomas, terdapat perbedaan metode dalam menentukan hilal. Perbedaan inilah yang kadang menyebabkan awal Ramadan dan Idul Fitri berbeda.

“Kondisi saat ini masih adanya dikotomi antara Rukyat dan Hisab yang sesungguhnya dalam ilmu astronomi kedudukannya setara,” ujarnya.

Terpisah, peneliti astronomi Widya Sawitar dari Planetarium Jakarta mengatakan bahwa awal bulan baru dalam kalender hijriah ditentukan oleh usia Bulan setelah ijtimak atau konjungsi.

Ijtimak adalah momen ketika Bulan dan Matahari berada pada garis edar yang sama.

Bulan baru juga dikenal sebagai Anak Bulan (sebutan lain dari hilal) berupa bulan sabit yang sangat tipis. Anak Bulan baru bisa diobservasi pada usia 8 jam 22 menit 3 detik.

“Sains dalam hal ini astronomi lebih pada penentuan New Moon, artinya apakah tahap ijtimak di mana dapat disebut tahap untuk menentukan apakah proses dari tahap Bulan Mati (ijtima) ke arah Bulan Baru (New Moon) sudah terjadi atau belum,” ujar Widya.

“Kalau sudah (terjadi) artinya positif (bulan hijriah baru),” lanjutnya.

Artikel Lainnya :  Lestarikan Seni dan Budaya Lokal, Dispar Provinsi Bengkulu Gelar Tradisi Expo 2024

Abdul Mufid, peneliti di kelompok riset Astronomi dan Observatorium di Pusat Riset Antariksa BRIN, mengatakan ada perbedaan dan perubahan kriteria ketinggian hilal.

Kriteria lama mengacu pada tinggi hilal minimal 2 derajat dan jarak sudut Bulan-Matahari (elongasi) minimal 3 derajat serta umur bulan minimal 8 jam.

Sedangkan kriteria baru, berdasarkan kesepakatan Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), mengacu pada tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.

Mufid menyebut kriteria MABIMS ini baru diterapkan di Indonesia pada 2022, yakni saat penentuan awal Ramadan dan Lebaran 1444 H.

Di luar MABIMS, ada Muhammadiyah yang menetapkan awal bulan baru Kalender Hijriah mengacu pada metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal (kondisi peredaran Bulan, Bumi, dan Matahari yang sebenarnya), bukan hisab ‘urfi (peredaran rata-rata).

Ketua PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menekankan pihaknya tidak berlandaskan pada penampakan hilal dalam hal penetapan awal bulan hijriah, tetapi berdasarkan pada posisi geometris Matahari, Bumi, dan Bulan.

“Jadi posisinya, bukan nampak dan tidaknya,” katanya.

 

Nb

Sumber : rb

  • Bagikan