Edwar Samsi: Foto Gubernur di Ambulan Desa Itu Simbol Pemerintahan, Bukan Politik

  • Bagikan

Bengkulu, Narasiberita.co.id.– Terkait keberadaan foto Gubernur Bengkulu Helmi Hasan dan Wakil Gubernur Mian di bodi ambulan desa menimbulkan riuh kritik di media sosial. Sebagian netizen menyayangkan pemajangan wajah pemimpin daerah itu, yang dinilai kental nuansa politis dan pencitraan.

Namun, pandangan berbeda datang dari gedung wakil rakyat. Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu Edwar Samsi, justru menyebut bahwa polemik yang berkembang terlalu berlebihan dan tidak menyentuh substansi yang lebih penting.

Kalau hanya soal foto kepala daerah di ambulan saya rasa itu bukan isu besar. Yang seharusnya dikritik adalah jika janji-janji kampanye mereka tidak ditepati. Tapi kalau yang dijanjikan direalisasikan, seharusnya itu diapresiasi,” tegas Edwar Selasa (29/7/2025).

Menurutnya, program penyediaan ambulan desa yang digagas pasangan Helmi–Mian merupakan bagian dari janji politik saat kampanye dan kini telah dibuktikan. Bagi Edwar, penilaian publik seharusnya mengarah pada kebermanfaatan program, bukan sekadar kemasan visual.

“Janji mereka soal ambulan gratis sudah terbukti. Bukankah itu yang seharusnya jadi tolok ukur? Kalau sudah dijanjikan dan direalisasikan, publik perlu jujur mengakui itu,” lanjut politisi PDI Perjuangan itu.

Lebih jauh Edwar mengatakan bahwa pemasangan foto kepala daerah di fasilitas publik bukan sesuatu yang haram selama masih dalam konteks pemerintahan. Ia menilai, hal itu lazim dalam sistem demokrasi Indonesia, bahkan di berbagai daerah lain.

“Ini bukan foto pribadi dalam konteks komersial. Ini foto Gubernur dan Wakil Gubernur yang sedang menjabat, dan ambulan itu milik pemerintah. Jadi, selama digunakan untuk menunjukkan identitas pelayanan publik, sah-sah saja,” imbuhnya.

Senada dengan sebelumnya, Anggota DPRD Provinsi Bengkulu lainnya, Teuku Zulkarnain, ikut buka suara. Ia justru menyebut keberadaan foto kepala daerah di ambulan sebagai bentuk penegasan simbol pemerintahan daerah, bukan alat pencitraan seperti yang ramai disorot.

“Simbol pemerintah itu ya kepala daerahnya. Di pusat kita lihat foto Presiden dan Wakil Presiden di kantor-kantor. Di provinsi juga begitu. Jadi jangan dibalik logikanya,” ujar Teuku.

Secara blak-blakan, legislator yang juga Ketua Pansus Raperda RPJMD itu menyindir kritik yang dinilainya mulai menjurus tidak proporsional. Ia menyebut sebagian pihak terlalu mudah menyematkan motif politik pada kebijakan yang sebenarnya berbasis pelayanan publik.

“Kalau bukan wajah kepala daerah, masa simbol ambulannya pakai gambar Doraemon?” ucapnya sambil tertawa kecil. “Ambulan itu program resmi Pemprov. Dan wajah Helmi–Mian di situ adalah bentuk pertanggungjawaban moral bahwa mereka menjalankan apa yang dijanjikan.”

Teuku juga mengingatkan masyarakat agar adil dalam menilai.  Ia mencontohkan praktik serupa yang pernah dilakukan ketika Helmi Hasan masih menjabat sebagai Walikota Bengkulu.

“Dulu juga begitu. Waktu Helmi–Dedy memimpin Kota Bengkulu, foto mereka ada di ambulan kota. Sekarang Dedy–Ronny juga begitu. Artinya ini tradisi simbolik yang wajar-wajar saja dalam sistem pemerintahan kita,” jelasnya.

Ia menekankan, dalam demokrasi, wajar jika ada kritik. Namun, kritik yang sehat seharusnya berbasis pada evaluasi kebijakan, bukan simbolisasi.

“Silakan kritik, kami tidak anti-kritik. Tapi adil-lah. Kalau program sudah dijalankan, jangan kemudian dicibir hanya karena tidak suka sosoknya. Pemerintah itu simbolnya kepala daerah. Jangan karena benci lalu semua dipelintir jadi salah,” tandas Teuku. (NB) 

Artikel Lainnya :  Anggota DPRD Teuku Zulkarnain: OPD Harus Fokus Program Yang Selaras Dengan Visi dan Misi Gubernur Bengkulu
  • Bagikan