Bengkulu, Narasiberita.co.id.- Suara deru kendaraan pelat merah itu terhenti di depan jalan tanah yang licin dan berlubang. Wakil Gubernur Bengkulu, Rosjonsyah Mian, keluar dari mobil dinasnya dengan langkah hati-hati.
Di depannya terbentang kenyataan yang sudah belasan tahun dikeluhkan: akses jalan menuju SMAN 10 Mukomuko yang nyaris tak layak dilintasi.
Hari itu, Rabu (23/4), Mian melakukan kunjungan kerja ke sekolah negeri di pelosok Kabupaten Mukomuko tersebut. Ia mengaku terkejut dengan kondisi akses jalan sepanjang hampir 600 meter menuju sekolah.
Jalan itu bukan hanya rusak, tapi juga tak beraspal dan berubah menjadi kubangan lumpur saat hujan.
“Waduh, ini cukup memprihatinkan. Ini jalan kabupaten, tapi kondisinya seperti ini sudah belasan tahun. Anak-anak kita tiap hari lewat sini,” kata Mian .
Namun, persoalan tak berhenti pada infrastruktur jalan. Setelah memasuki lingkungan sekolah, Mian kembali dibuat geleng-geleng kepala. Bangunan sekolah terlihat usang, sebagian plafon bolong, dan ruang ibadah yang hanya beratapkan seng dan berdinding kayu tipis.
Namun yang paling menyita perhatian Wakil Gubernur adalah kondisi musala sekolah. Ruangan kecil itu lebih mirip bangunan darurat dibanding tempat ibadah. Lantai semen kasar, dinding kayu lapuk, dan atap bocor menjadi pemandangan sehari-hari bagi para siswa saat hendak beribadah.
“Musalanya seperti zaman saya SD dulu, tahun 60-an. Ini sangat tidak layak. Anak-anak kita beribadah di tempat seperti ini, sungguh miris,” ujar Mian.
Melihat kondisi tersebut, Mian langsung mengambil langkah cepat. Di hadapan guru dan staf sekolah, ia mengeluarkan ponselnya dan menelpon langsung Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan. Percakapan berlangsung singkat namun penuh tekanan moral.
“Pak Gubernur, ini contoh nyata kondisi pendidikan kita di pelosok. Saya mohon, jalan dan musala SMAN 10 ini dibangun segera,” kata Mian melalui sambungan telepon.
Helmi Hasan, di seberang sana, merespons cepat.
“Baik, In shaa Allah, Pak Wagub. Sampaikan salam saya kepada guru-guru di sana. Akan segera kita tindaklanjuti,” ujar Helmi, menutup panggilan.
SMAN 10 Mukomuko hanya satu dari sekian banyak potret buram pendidikan di daerah pinggiran Provinsi Bengkulu.
Akses terbatas, infrastruktur terbengkalai, dan fasilitas belajar yang jauh dari kata memadai menjadi ironi di tengah gencarnya wacana pemerataan pendidikan.